Dampak
Covid-19 pada triwulan II-2020 masih mengganggu proses produksi,
distribusi, dan konsumsi akibat tingkat dan skema penularan virus yang
menyerang aspek paling fundamental dari seluruh akivitas kita, yaitu
interaksi fisik antarmanusia hingga memaksa kita menerapkan kebijakan
social/phsycal distancing.
Perekonomian
Provinsi Bengkulu triwulan II-2020 yang diukur berdasarkan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp
17,96 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 11,45
triliun.
Ekonomi
Provinsi Bengkulu triwulan II-2020 (y-o-y) tumbuh negatif sebesar 0,48
persen, bila dibandingkan triwulan II-2019 yang tumbuh positif sebesar
5,00 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan negatif tertinggi dicapai
oleh lapangan usaha transportasi dan pergudangan sebesar 11,17 persen
dan perdagangan besar dan eceran sebesar 4,32 persen. Sedangkan dari
sisi pengeluaran, seluruh komponen mengalami kontraksi, dimana kontraksi
tertinggi dicapai oleh komponen pengeluaran konsumsi LNPRT, yakni
sebesar 13,94 persen.
Ekonomi
Provinsi Bengkulu triwulan II-2020 (q-to-q) tumbuh negatif sebesar 2,98
persen dibandingkan triwulan I-2020. Dari sisi produksi, pertumbuhan
negatif tertinggi dicapai oleh lapangan usaha transportasi dan
pergudangan sebesar 14,50 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan
negatif tertinggi pada komponen ekspor barang dan jasa sebesar 8,52
persen. Struktur perekonomian Provinsi Bengkulu triwulan II-2020 masih
didominasi oleh lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
sebesar 28,99 persen; perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan
sepeda motor sebesar 14,53 persen; dan administrasi pemerintahan,
pertahanan dan jaminan sosial wajib sebesar 10,13 persen. Sedangkan dari
sisi pengeluaran masih didominasi oleh komponen pengeluaran konsumsi
rumah tangga serta impor barang dan jasa yang masing-masing sebesar
64,06 persen dan 61,31 persen.
Jika
dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Sumatera, Provinsi Bengkulu
merupakan provinsi dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi (y-on-y)
terkecil, yakni sebesar 0,48 persen. Sedangkan, provinsi dengan
kontraksi terbesar di Pulau Sumatera adalah Kepulauan Riau sebesar 6,66
persen dan Kepulauan Bangka Belitung sebesar 4,98 persen.